Perayaan tahun baru Cina yang dikenal dengan sebutan Imlek, selalu  identik dengan warna merah, barongsai, juga petasan. Asal mula perayaan  Imlek sendiri ternyata berdasar dari kisah klasik Cina yang menjadi  legenda dan dipercaya rakyat Cina.
Kisah Imlek
Alkisah, di salah satu desa di negara Cina, terdapat seekor hewan buas  yang disebut Nian. Hewan tersebut berbadan besar dan buas menyerupai  singa. Uniknya, tubuh Nian bersisik emas. Secara harafiah, Nian berarti  tahun. Dia muncul setiap akhir tahun ke desa itu dan membuat penduduk  desa gemetar ketakutan. Nian memakan apa saja yang ditemuinya. Hasil  panen, binatang ternak, bahkan manusia. Oleh karena itu, pada hari  kemunculan Nian di awal tahun, penduduk desa meletakkan makanan di depan  pintu rumah mereka. Khusus, untuk hewan pemangsa itu.
Pada suatu hari, ada sekelompok anak kecil yang bermain-main pada hari  kemunculan Nian. Mereka lupa kalau Nian akan datang di saat itu. Dengan  asyiknya, mereka menyalakan petasan. Entah mengapa, Nian tidak berani  mendekati salah seorang anak yang memakai baju berwarna merah. Dia hanya  berani mendekati anak-anak dengan baju berwarna lain. Untunglah, pada  saat Nian mendekat, petasan-petasan ramai meledak. Nian berlari lintang  pukang menuju hutan dan bersembunyi selama setahun penuh.
Penduduk desa pada akhirnya tahu kelemahan hewan buas bersisik emas itu.  Hewan pemangsa itu takut dengan suara petasan dan warna merah. Maka,  sejak itu, penduduk desa mengatur siasat agar Nian tidak datang dan  memangsa orang-orang desa. Setiap tanggal 1 dan bulan 1 kalender Cina,  mereka selalu mengenakan pakaian berwarna serbamerah. Di depan  rumah-rumah mereka, dipasanglah rentengan petasan, lantera, dan gulungan  kerta berwarna merah menyala. Penduduk desa juga serentak bersembahyang  untuk memohon perlindungan. Selain itu, mereka membagikan angpao.  Maksudnya adalah untuk membuang sial, serta menarik rezeki dan  keselamatan. 
Adat pengusiran Nian setiap awal tahun padaakhirnya berkembang menjadi  sebuah perayaan. Guo Nian, yang berarti “mengusir Nian”  diinterpretasikan sebagai perayaan menyambut tahun baru. Sejak saat itu,  Nian tidak berani kembali ke desa. Dia tidak diketahui keberadaannya  sampai akhirnya tertangkap oleh seorang pendeta Tao bernama Hongzun  Laozu. Nian kemudian menjadi kendaraan pribadi pendeta tersebut.
Demikianlah kisah klasik Cina yang mendasari perayaan Imlek. Di  Indonesia sendiri, perayaan Imlek sempat dilarang pada kurun waktu  1965-1998, yakni pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Imlek kembali  ramai dirayakan, bahkan dengan karnaval besar-besaran yang meriah sejak  era kepemimpinan Abdurahman Wahid.
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong Komentarnya. Terima Kasih