Sara Ogena (Sarana Wolio) adalah struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni. Struktur ini diambil dari kias atau tamsil Murtabat Tujuh dan Sifat Dua Puluh dalam Undang-Undang Kesultanan Buthuuni. Murtabat Tujuh adalah : ” Ajaran Tasauf yang bertolak bahwa : Hanya Tuhan yang satu-satunya Wujud Hakiki. Agar dikenal Tuhan menampakkan diri-Nya (Tajali) melalui Tujuh tingkatan atau proses penampakkan (Tajjali) Tuhan dalam alam nyata ini kedalam Tujuh Tingkat atau Murtabat. “ yang terdiri dari :
1. Murtabat Ahadiyyah
Zat Allah semata-mat tiada dii’tibarkan dengan sifat yang disebut dengan Lata ayyun “ tiada nyata akan kenyataan-Nya “. sebab tiada sekali-kali jalan bagi akal untuk mengetahui-Nya karena Zat Allah semata-mata tidak diberi sifat dan nama (asma)
2. Murtabat Wahdah
Sifat Allah yang disebut Ta’ayyun Awwal artinya : kenyataan yang pertama. Permulaan akal bisa mengenal Allah baik sifat Wujudiya dan Sifat Salbiah.
3. Murtabat Wahidiyyah
Asma Allah yang disebut Ta’ayyun sa’ni artinya : kenyataan kedua karena pada tingkat ini Allah dapat dikenal oleh akal melalui Asma-Nya itulah menunjukkan zatnya.
Ketiga Murtabat tersebut diatas bersifat Qadim dan Baqa serta Esa (Satu) yang menjadikan Allah dipermulaan dan menjadikan Allah dipenghabisan (kemudian) ialah akal bukan zaman atau waktu.
4. Murtabat Alam Arwah
Pokok permulaan keadaan sekalian nyawa, baik nyawa manusia ataupun nyawa makhluk lainnya. Pertama-tama Nyawa yang dijadikan Tuhan ialah Nyawa ( Roh ) Muhammad SAW. Sebab itu bergelar Abul’Arwah artinya Bapak segala Nyawa (Roh). Sabda Nabi Muhammad: “Awwal Makhalakallaahu Taala Ruhi, “artinya : “Pertama yang dijadikan Allah ialah Nyawaku (Roh-ku). Antara dengan nyawa yang lain 127.000 tahun dan segala sesuatu yang diciptakan sesudahnya karena Nyawa (Roh) Muhammad sebagaimana dalam Hadist Qudsi: “ Khalakatul ‘asyiai ajaluka ajala “,artinya : Kujadikan sekalian karenamu Muhammad, Engkau jadi karena-Ku“. Dalam Murtabat ini menentukan adanya segala tempat dan segala perjanjian. Disinipulalah yang menentukan dekatnya Nyawa (Roh) itu dengan Tuhannya. Bertanya Tuhan kepada sekalian Nyawa (Roh) itu : “Alastum Birabbikum“ artinya: “Bukaknkah Saya Tuhan-Mu “. Jawab sekalian Nyawa (Roh) : “Qulu Balla“ artinya : “Engkaullah Tuhan kami“. Kemudian Tuhan berfirman kepada sekalian Nyawa (Roh) yang telah menyatakan kehambaannya untuk berdiri sembahyang satu rakaat, sebab memang Kujadikan segala sesuatu menurut apa yang Ku-kehendaki agar menyembah kepada-Ku dan inilah yang dinamai sembahyang “NUR“.Selesai mengangkat sembahyang NUR tadi Tuhan berfirman : “Sebenarnya kalau tidak hanya separuh saja “ Nyawa (Roh) “yang melaksanakan sembahyang tidak akan Ku-jadikan manusia itu dua golongan, yaitu : ISLAM dan KAFIR.Sekalian Nyawa (Roh) yang telah melaksanakan sembahyang tadi diperintahkan untuk mengucapkan kalimat syahadat yang berbunya : “Syahidallahu Anhu Laa Ilaha Illa Hua“. Demikian pengakuan Nyawa (Roh) yang telah bersembahyang itu dihadapan Tuhan-Nya.Sebagai perubahan sifat dari Nyawa (Ruh) yang telah memasuki tubuh manusia yang sempurna dengan Nyawa (Roh) lainnya “Ahmad“ maka nyawa (Roh) itu telah bersatu dengan Tuhannya yang sementara dalam kandungan sang Ibu. Nyawa yang telah bertubuh itu diperintahkan pula untuk mengucapkan syahadat yang berbunyi : “Ashadu An Laa Ilaha Illah Waana Muhammad Rasulullah“. Inilah pengakuan penjelmaan tubuh manusia itu dihadapan Tuhan-Nya dan bila penjelmaan tubuh manusia itu menjadi manusia yang sempurna dan lahir di atas dunia fana ini beragama ISLAM. Sebagai pengakuan Islam bahwa ia betul-betul mengaku adanya Tuhan dan Rasul-Nya maka haruslah mengucapkan kalimat syahadat : “Ashadu An Laa Ilaha Illah Wa Ashadu Anna Muhammadar Rasulullah“. Ucapan dua kalimat syahadat ini terbagi dua bahagia, yaitu : Fardhu Ain dan Fardhu Tahkiy yaaitu selesai diucapkan dengan lidah oleh kedua syahadat tersebut kemudian yakin pula dalam hati bahwa tak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul Allah. Sebagian sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya: “Barang siapa yang telah mengucapkan kalimat syadat dengan pengakuan sunguh-sungguh lepaslah ia dari golongan kafir“. Kemudian Tuhan menjadikan lagi manusia itu empat (4) golongan kaum : (1) hidupnya Islam matinya Islam; (2) Hidupnya Islam matinya Kafir; (3) Hidupnya Kafir matinya Kafir; dan (4) Hidupnya Kafir matinya Islam.Keadaan golongan kaum yang empat itu Tuhan menjadika-Nya dalam lembaga Adam inilah kejadian NUTFAH yaitu keadaan yang tidak berubah lagi.
5. Murtabat Alam Misali
Merupakan perumpamaan (tamsil) nya segala keadaan selain keadaan Tuhan. Pada Murtabat ini menentukan adanya kenyataan Nur Muhammad yang berdasarkan keadaan tempat. Karena Alam Misali itu berupa jenisnya adalah sebagai nyawa tetapi bukan nyawa, sebagai badan tetapi bukan badan, sebagai malaikat tetapi bukan malaikat, sebagai jin tetapi bukan jin, sebagai manusi tetapi bukan manusia, sebagai binatang tetapi bukan binatang. Dengan kata lain segala keadaan dalam Alam Arwah dan Alam Ajsamu adalah tamsilnya di Alam Misali.Murtabat yang menyatakan asal kejadian Segumpal Darah dan akhirnya menjadi Segumpal Daging.
6. Murtabat Ajsamu
Segala keadaan yang nyata (lahir), misalnya : tanah, batu, awan, kayu, air, awan dan sebagainya.Alam Ajsamu bernama juga Alam Syahadah artinya : “Alam yang Nyata“, karena dapat diselidiki dengan panca indra yang lima. Pertama-tama Ajsam yang dijadikan Allah adalah : Arasy dan Kursy, kemudian Qalam dan Lauhil Makhfud dan sesudah itu Tujuh Lapis Langit dan Tujuh Lapis Bumi.Arasy dan Kursy serta Tujuh Lapis Langit disebut “WUJUD ABAAI“ artinya : “Bapak segala Ajsamu yang di bawah langit“. Tujuh Lapis Bumi disebut : “ WUJUD UMMAHAATI “, artinya : “ Keadaan ibu segala Ajsamu “. Ajsam yang ada dibawa langit ada tiga jenisnya : (1) Ajsam Haiwanat : tubuh segala hewan; (2) Ajsam Jamadat : tubuh segala yang beku (benda keras) tapi bisa cair, misalnya emas, perak dan sebagainya; (3) Ajsam Nabatat : tubuh segalah tumbuhan. Allah menghendaki akan menjadikan ajsam tersebut karena pertentangan cahaya keadaan di atas dan di bawah dengan kodrat dan iradat Allah dan bukan semata-mata lantaran pertentangan kedua keadaan itu (di bawah dan di atas) yaitu bumi dan langit.Pertama-tama Jasad manusia yang dijadikan Allah di bumi yaitu Kakek kita Nabi Adam A.S. Itu sebabnya Nabi Adam digelar “ Abul Basyari “ artinya” Bapak Sekalian Jasad “.
7. Murtabat Alam Insan
Itulah yang disebut Manusia dan Murtabat ini disebut juga Murtabat Jamiyyat artinya : “ tingkat yang mengumpulkan segala dalil yang menunjukkan keadaan Tuhan yaitu Sifat Jalali (kebesaran) dan Sifat Jamali ( kemuliaan ). Dalam Hadist Qudsi disebutkan : “ Maa Zhuhuri fii Syain Kuzhuri Fii Insan “ artinya : “ Tiada Aku (Allah) nyata pada sesuatu, tetapi Aku (Allah) nyata pada manusia“. Karena pada manusia itulah yang mengumpulkan dua (2) teladan (tamsil) yaitu : (1)“Nyawa (Roh)“ merupakan teladan (tamsil) Al Haq (Allah) karena pada Nyawa (Roh) mempunyai juga sifat dua puluh (20) banyaknya tetapi pada hakekatnya amat bersalahan dengan sifat Allah dan (2) “Badan (Tubuh)“ merupakan teladan (tamsil) Al Khalaq (Ciptaan) karena segala sesuatu yang ada pada alam besar ini ada juga dalam badan manusia. Umpamanya : daging dan tulang pada manusia tanah dan batu pada alam raya, Ingus dan air mata pada manusia air laut pada alam raya, ludah pada manusia air pada alam raya, rambut pada manusia pohon pada manusia, panas pada manusia api pada alam raya dan nafas pada manusia angina pada alam raya. Itulah sebabnya pada manusia disebut Alam Saghir (Kecil) dan alam raya (di luar manusia) alam Kabir (Besar). Akan tetapi pada hakekatnya pada manusia itulah tempatnya Alam Kabir (Besar) karena segala yang ada di alam Kabir (Besar) ada teladan (tamsil) nya pada manusia tetapi ada pada manusia tidak ada di alam Kabir (Besar) yaitu “Kalbi Latifatur Rabbani“ dan dinamai juga Qalbi Nurani (Roh).Roh (Nyawa) itulah yang ditanya Tuhan sewaktu ada di Alam Arwah, bagaimana Firman Allah : “ Alastum Birabbikum Qaalu Bala,“ artinya : “Bukankah Aku Tuhanmu, jawab sekalian Roh (Nyawa) Engkaulah Tuhan kami “.
Tujuh tingkatan tersebut dapat juga dipahami sebagai proses penciptaan alam semesta maupun manusia. Melalui tujuh peringkat wujud atau Murtabat (ahadiah, wahdah, wahidiyah, alam arwah, alam misal, alam ajsam dan alam insan) ditamsilkan atau menjadi teladan atas proses penciptaan pangkat-pangkat dalam pemerintah Wolio (dunia mikrokosmos).Dalam memudahkan pemahaman konsep Murtabat tujuh tersebut, maka dibuatlah pembagian atas dua pemahaman yaitu Murtabat ketuhanan dan Murtabat kehambaan. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk memahami tujuh alam itu dalam proses kejadian wujud ketuhanan dalam tiga proses dan wujud kehambaan/kemanusiaan dalam empat proses kejadian. Bahwa teladan (tamsil) Murtabat Tujuh sebagai susunan Sara Kesultanan Buthuuni hanyalah perhitungan bukanlah hakekatnya.
Adapun teladan Sara Ogena (Sarana Wolio) pada Murtabat Tujuh itu adalah :
Murtabat Ketuhanan
Terdiri dari :
1. Tamsil Murtabat Ahadiyah : Nurullah : Kaum Tanailandu
2. Tamsil Murtabat Wahdah : Nur Muhammad, Kaum Tapi-Tapi
3. Tamsil Murtabat Wahidiyah: Nur Adam, Kaum Kumbewaha
Murtabat Kehambaan
Terdiri dari :
4. Tamsil Murtabat Alam Arwah : Nutfah : Sultan
5. Tamsil Murtabat Alam Insan: Alaqah : Sapati
6. Tamsil Murtabat Alam Ajsamu : Mudgah : Kenepulu
7. Tamsil Murtabat Alam Insan : Muhammad : Kapitalau
Inilah tamsil struktur pemerintahan Sara Ogena (Sarana Wolio) pada Kesultanan Buthuuni yang diteladankan dari:“ Proses kejadian diri Manusia sebagai penjabaran Murtabat Ketuhanan kepada Zahir kenyataan teladan Murtabat Kehambaan kepada alam kejadian”.
Kedua Murtabat tersebut jika disatukan struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni sebagai berikut :
· Tamsil Murtabat Ahdiah:Nurullah : Sultan dipegang oleh Golongan Lalaki
· Tamsil Murtabat Wahda : Nur Muhammad : Sapati dipegang oleh Golongan Lalaki
· Tamsil Murtabat Wahidiyah: Nur Adam : Kenepulu dipegang oleh Golongan Lalaki.
· Tamsil Murtabat Alam Arwah : Nutfah : Kapitalau dipegang oleh Golongan Lalaki.
· Tamsil Murtabat Alam Misali : Alaqa : Bonto Ogena dipegang oleh Golongan Walaka.
· Tamsil Murtabat Alam Ajsamu : Mudgah : Bonto/Bobato: 28 Kadie dipegang oleh golongan Walaka dan 40 Kadie dipegang oleh Lalaki.
· Tamsil Murtabat Alam Insanu: Muhammad : Papara atau Rakyat.
Pada hakikatnya ajaran tatawuf Murtabat Tujuh tidak dapat dipisahkan dengan ajaran tasawuf mengenai sifat Tuhan yang dua puluh.Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa murtabat pertama dalam Murtabat Tujuh yang disebut Murtabat ahadat yang semata-mata hanya mengenal zat Allah, maka pada Murtabat yang kedua yaitu Murtabat “wahdah” telah mengenal sifat-sifat Allah. Para ahli sufi menyebutkan “Ta-ayun-awal” yang artinya kenyataan pertama sampainya akal manusia mengenal zat Allah (Nurullah) untuk kemudian akal manusia dapat memahami sifat Allah. Sifat Allah itulah yang menunjukkan zat Allah, baik sifat sulbi maupun sifat maujud.
Adapun sifat-sifat Tuhan (Allah) yang dua puluh tersebut terbagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu :
· Sifat Nafsiah yaitu Wujud (ada).
· Sifat Salbiah, terdiri atas 5 (lima) yaitu; qidam (sediakala), baqa (kekal), mukhalifatul hawadist (berlainan dengan yang baru), qiamuhu binafsihi (berdiri dengan sendirinya), dan wahdaniah (tunggal, satu, atau esa).
· Sifat Ma`any, terdiri atas 7 (tujuh) yaitu: kudrat (kuasa), iradat (kemauan), ilmun (berpengetahuan), hayat (hidup), sama (mendengar), bashar (melihat), dan kalam (berkata).
· Sifat Ma`nawiyah, terdiri atas 7 (tujuh) yaitu : kadirun (yang kuasa), muridun (yang berkemauan), alimun (yang tahu), hayun (yang hidup), samiun (yang mendengar), bashirun (yang melihat), mutakallamun (yang berkata).
Penguraian sifat dua puluh Tuhan tersebut, menjadi kewajiban manusia untuk dapat memahami sifat-sifat Tuhan. Sifat Dua Puluh dimaksudkan sebagai salah satu alat yang kokoh untuk mengenal dan mengesakan Allah melalui kalimat tauhid-Nya. Manusia adalah tempat berkumpulnya dua perumpamaan, yaitu: roh adalah perumpamaanya al-haq (ruh sebagai kekuasaan/hak Tuhan), dan jasad atau tubuh adalah perumpamaan al-khaliq (ciptaan-Nya). Dengan pemahaman ini, maka manusia harus senantiasa memahami sifat dua puluh sebagai sesuatu hak kepunyaan atau wajib bagi Tuhan (Allah Swt). Siapa saja orang Wolio yang sudah dewasa, wajib memahami di dalam hatinya akan sifat Allah yang dua puluh tersebut.
Dari kedua puluh sifat tersebut, tujuh sifat diantaranya diamanatkan oleh Allah Swt kepada manusia untuk memperbaiki dirinya. Tujuh sifat yang diwajibkan kepada pegawai dan pembesar kesultanan tersebut, digariskan dalam naskah konstitusi murtabat tujuh. Tujuh sifat tersebut merupakan pegangan atau amanat bagi setiap pegawai/pejabat pembesar kesultanan yaitu diwajibkan dengan tujuan untuk menambah kepercayaan hamba/rakyat terhadap Tuhan. Amanah tersebut diwajibkan kepada setiap pemimpin baik selama menjabat maupun sesudah menjabat, amanat itu ada 7 (tujuh) perkara yang menyatakan 7 sifat Tuhan yaitu:
1. Hayat artinya hidup, itulah suatu anugerah Tuhan yang amat penting dan utama wajib dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Hendaknya selalu berbuat sesuatu hal yang tidak membinanasakan atau menimbulkan matinya sesuatu, melainkan hal yang diridhai Allah SWT.
2. Ilmu artinya pengetahun. Merupakan suatu alat bagi setiap manusia untuk mengetahui keadaan dirinya untuk kemudian mengenal keadaan Tuhan-Nya demi kebahagiaan dunia dan akhirat, seperti sabda Rasulullah SAW: “Man Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu” artinya “barang siapa mengenal akan keadaan dirinya bahwasanya mengenallah ia akan Tuhannya yang kekal”. Barang siapa mengenal dininya akan timbul keyakinannya bahwa ia bersifat kurang hanya Tuhan yang sempurna. Dia bersifat hina hanya Tuhan yang mulia. Dia bersifat miskin hanya Tuhan yang kaya. Dia bersifat bodoh hanya Tuhan yang berilmu. Dengan adanya keyakinan yang demikian itu, maka akan menimbulkan rasa cinta kepada sesama manusia karena kesucian lahir bathin yang diwujudkan dengan adab kesopanan. Barang siapa mengenal akan Tuhannya yang kekal niscaya ia akan berlaku jujur dan adil dalam segala hal dan tidak akan mementingkan diri pribadi atau golongan sesuai dengan nilai rasa kemanusiaan yang mendalam.
3. Kodrat artinya kuasa atau kekuasaan, wajib kuasanya itu digunakan untuk mengerjakan semua jenis ibadah yang diwajibkan Allah Swt, baik ibadah lahir maupun batin. Dipahami sebagai suatu kemampuan atau kekuatan yang dipakai untuk menjalankan ibadah lahir dan bathin. Ibadah lahir yaitu berbakti kepada bangsa dan tanah air, sedangkan ibadah bathin yaitu, berbakti kepada Tuhan. Kekuatan itu hendaklah terpelihara sehingga terhindar dari maksiat lahir dan maksiat bathin yang dapat mendatangkan mudarat. Maksiat lahir maksudnya segala perbuatan yang dilarang atau bertententangan dengan syara. Sedangkan maksiat bathin maksudnya keyakinan yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kemanusiaan. Adapun nilai-nilai kemanusiaan yang harus dilawan adalah sifat takabur, ujud, ria dan samaa.
4. Iradat artinya kemauan atau keinginan. Bahwa setiap manusia wajib menggunakan kehendaknya untuk mencapai kehidupannya yang lebih baik. Dalam diri manusia, senantiasa timbul kemauan dan keinginan hati untuk menghendaki pekerjaan yang dapat mendatangkan manfaat bagi orang banyak, sehingga dalam menjalankan suatu pekerjaan selalu mendatangkan manfaat atau kebaikan bersama, baik kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat. Hendaklah menjauhkan kemauannya untuk mengerjakan sesuatu hal yang dapat mendatangkan kebinasaan antar sesama manusia.
5. Samaa atau pendengaran bahwa setiap manusia wajib menggunakan pendengarannya untuk mendengarkan segala kata yang mengandung perintah Allah Swt dan Rasul-Nya. Jangan kiranya pendengaran digunakan untuk mendengarkan kata-kata yang tidak baik, terutama yang mengandung fitnahan, makian dan hinaan, terhadap sesama manusia. Suatu kekuatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia untuk dapat mendengarkan segala perintah-Nya dan larang-larangan-Nya. Hendaklah setiap manusia harus senantiasa mendengarkan segala sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi sesama umat manusia.
6. Bashar atau penglihatan, anugrah penglihatan tersebut harus dipahami sebagai suatu alat untuk melihat segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi dirinya atau sesama umat manusia, sepeti melihat kebersihan/kesucian dalam menjalankan ibadah maupun kebersihan sehari-hari. Dengan tujuan agar manusia dapat menjauhkan dirinya dari penglihatan atau pandangan yang menyalahi agama dan adat istiadat sehingga dapat mendatangkan malapetaka bagi dirinya dan sesama umat manusia.
7. Kalam atau perkataan, bahwa setiap manusia memiliki hak untuk mengatakan segala hal yang diwajibkan menurut ajaran agama Islam. Manusia wajib mengeluarkan perkataan yang diwajibkan oleh Tuhan yaitu segala perkataan yang berguna bagi manusia. Dan menjauhkan diri dan perkataan atau menyebut hal yang menunjukkan aib sesama atau menimbulkan kemarahan antar sesama. Dengan demikian manusia harus seenantiasa menjaga perkataanya dari dusta.
Ilmu pengetahuan atau segala gerak-gerik yang dilakukan oleh manusia dengan tidak berdasarkan amanat tersebut, dapat dikatakan sebagai perbuatan yang tidak meneladani sifat ketuhanan. Setiap manusia diwajibkan agar dapat menyesuaikan segala perbuatannya dengan tujuan amantubillah karena amanat itulah suatu perintah Allah yang amat mulia dan utama bagi umat manusia, demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Tujuh sifat inilah yang menjadi pegangan atau kewajiban bagi setiap pegawai dan pejabat kesultanan. Sifat dua puluh dalam hubungannya dengan konstitusi murtabat tujuh adalah tamsil atas jumlahnya yang dua puluh. Jumlah sifat Tuhan yang dua puluh tersebut digunakan sebagai dasar untuk menetapkan jumlah kelengkapan adat bagi sultan dan sapati yang juga berjumlah dua puluh. Pengaruh sifat dua puluh Tuhan dalam konstitusi murtabat tujuh tersebut harus dipahami atau diterjemahkan sebagai tamsil atau teladan semata. Dalam konstitusi murtabat tujuh, sifat dua puluh tersebut dibagi menjadi dua bagian; pertama, 12 (dua belas) sifat menjadi hak kelengkapan dan kewajiban Sultan dan 8 (delapan) sifat menjadi hak kelengkapan dan kewajiban Sapati. Sifat Dua Puluh dalam konstitusi Murtabat tujuh mengandung dua pengertian; pertama, berkumpulnya peraturan yang dua belas dan peraturan yang delapan sehingga perhitungannya berjumlah dua puluh, dan kedua, karena mengambil tamsil hukum yang tiga, yaitu wajib, jaiz, dan mustahil supaya tetap keadaan istiadat negeri ini. Dengan pemahaman bahwa, bukan nafsu sifat dan hukum akal, akan tetapi semata-mata nafsu adat dan hukum adat.Dengan demikian, ajaran murtabat tujuh dan sifat dua puluh adalah sebagai satu kesatuan, yang keduanya kemudian menjadi dasar nilai dalam penyusunan dan mengokohkan konstitusi murtabat tujuh. Pada zaman Sultan La Saparigau (Sultan VII) atas permusyawaratan dengan Sara diputuskan untuk mengubah kedudukan Sultan dan mengangkat satu pangkat baru yaitu Lakina Sorawolio. Sultan diletakkan pada posisi dengan mengambil tamsil untuk alam kedudukannya yaitu Alam Barzah artinya alam perantaraan. Maksudnya kedudukannya ada diperantaraan Lalaki (Kaumu) yang tiga dan diperantaraan pangkat-pangkat yang tujuh. Artinya Sultan menjadi ketua karena segala keperluan dan kepentingan kaum yang tiga dan pangkat-pangkat yang tujuh atas urusan Sultan.
Olehnya itu maka susunan struktur pemerintahan adalah sebagai berikut :
Murtabat Ketuhanan
1. Tamsil Murtabat Ahdiah : Nurullah
2. Tamsil Murtabat Wahdah : Nur Muhammad
3. Tamsil Murtabat Wahidiyah : Sultan
Murtabat Kehambaan
4. Tamsil Murtabat Alam Arwah : Nutfah : Sapati
5. Tamsil Murtabat Alam Insan : Alaqah : Kenepulu
6. Tamsil Murtabat Alam Ajsamu : Mudgah : Lakina Sorawolio
7. Tamsil Murtabat Alam Insan : Muhammad : Kapitalau
Pada masa Malik Sirullah (Sultan IX) atas tiliknya yang mendalam struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni dikembalikannya kepada semula sebagaimana yang telah dikukuhkan pada zaman Sultan Dayanu Ikhsanuddin. Pada masa Sultan Muhammad Idrus Kaimuddin (Sultan ke 29) diangkat jabatan baru yaitu Lakina Badia. Kedudukan Lakina Badia sama dengan kedudukan Kapitalao dan Lakina Sorawolio. Pada masa Sultan Muhammad Asyikin jabatan Lakina Sorawolio, Lakina Badia dan Kapitalao ditiadakan dan pada masa Sultan Muhammad Falihi jabatan Lakina Badia, Lakina Sorawolio Kapitalao dikembalikan seperti semula.
Adapun struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni (sara Ogena) adalah sebagai berikut :
Pangkat Pembesar Kesultanan,terdiri dari:
1. Sultan jabatan untuk golongan Lalaki (Kaumu)
2. Sapati jabatan untuk golongan Lalaki (Kaumu)
3. Kenepulu jabatan untuk golongan Lalaki (Kaumu)
4. Kapitalau 2 orang jabatan untuk golongan Lalaki (Kaumu)
5. Bonto Ogena 2 Orang : Bonto Ogena Sukanayo dan Bonto
Ogena Matanayo Jabatan untuk Golongan Walaka
Bonto Sio Limbona jabatan untuk golongan Walaka , terdiri dari:
1. Bontona Peropa
2. Bontona Baluwu
3. Bontona Gundu-Gundu
4. Bontona Barangkatopa
5. Bontona Gama
6. Bontona Siompu
7. Bontona Wandailolo
8. Bontona Rakia
9. Bontona Melai
Bonto Inunca jabatan untuk golongan Walaka, terdiri dari :
1. Bontona Dete
2. Bontona Katapi
3. Bontona Waberongalu
4. Bontona Kalau
5. Bontona Wajo
6. Bontona Sombamarusu
7. Bontona Litao
8. Bontona Tanailandu
9. Bontona Galampa
10.Bontona Gampikaro Matanayo
11.Bontona Gampikaro Sukanayo
Bonto Lencina Kancawari jabatan untuk golongan Walaka, terdiri dari :
1. Bontona Silea
2. Bontona Jawa
3. Bontona Lanto
4. Bontona Waborobo
5. Bontona Lantongau
6. Bontona Pada
7. Bontona Kancodaa
8. Bontona Barangka
9. Bontona Galampa
Bobato atau Lakina jabatan untuk golongan Lalaki (Kaumu),terdiri dari :
1. Lakina Tobe-Tobe
2. Lakina Batauga
3. Lakina Lasalimu
4. Lakina Ambuau
5. Lakina Kumbewaha
6. Lakina Kamaru
7. Lakina Kalende
8. Lakina Lawele
9. Lakina Baruta
10. Lakina Koroni
11. Lakina Wasaga
12. Lakina Kokalukuna
13. Lakina Holimombo
14. Lakina Todanga
15. Lakina Lipumalanga
16. Lakina Lambelu
17. Lakina Wawoangi
18. Lakina Takimpo
19. Lakina Bola
20. Lakina Sampolawa
21. Lakina Kambe-Kambero
22. Lakina Taloki
23. Lakina Lowu-Lowu
24. Lakina Bombonawulu
25. Lakina Tumada
26. Lakina Wou
27. Lakina Lea-Lea
28. Lakina Kamelanta
29. Lakina Kaesabu
30. Lakina Labalawa
31. Lakina Lakudo
32. Lakina Boneoge
33. Lakina Kaluku
34. Lakina Kondowa
35. Lakina Kambowa
36. Lakina Lolibu
37. Lakina Lawele
38. Lakina Mone
39. Lakina Burukene
40. Lakina Inulu
· Matana Sorumba : 4 daerah
· Sabandara : 1 orang
· Juru Bahasa : 20 orang
· Talombo : 6 orang
· Gampikaro : 60 orang
· Pangalasa : 6 orang
· Wetina Gampikaro : 6 orang
· Kenipau : 2 orang
· Belobaruga : 8 orang
· Tamburu Limanguna : 35 orang
· Kompanyi Isara : 14 orang
· Tamburu patanguna : 28 orang
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong Komentarnya. Terima Kasih